He Makes Me Brave

 He Makes Me Brave

Akhir bulan tahun lalu, saat makhluk bumi yang tidak aku kenal tiba-tiba memaksa untuk masuk ke dalam duniaku. Dunia yang seharusnya sudah aku kunci rapat-rapat kembali merenggang, memberi celah menyambut baik manusia aneh dan sangat kaku mungkin?

“Percayalah, dia hanya ingin berteman denganmu.”

Kalimat menyebalkan itu yang membuatku sangat percaya bahwa dia hanya ingin mengenalku, menjadi temanku, hanya sekedar itu dan tidak lebih.

“Baiklah, akan kucoba.”

Waktu itu aku hanya mampu mengucapkan kalimat persetujuan. Tidak menyanggah apapun. Entah aku bodoh atau memang pada dasarnya aku juga butuh teman? 

Tidak mudah untukku menerima orang baru. Apalagi manusia asing yang tidak aku kenal sama sekali. Dia siapa? Datang dari mana? Tujuannya apa? Mengapa dia ingin mengenalku? Semua pertanyaan itu selalu menghantui pikiranku. 

Sebenarnya aku ingin bertanya secara langsung, “Apa tujuanmu ke sini?” 

Tidak bisa. Kalimat itu sulit untuk aku ucapkan. Aku seperti dihipnotis. Membiarkannya terus memasuki duniaku, membiarkan dia mengenalku lebih dalam.

Keraguanku terhadap orang asing seperti hilang terbawa arus ketika bersamanya. Dia lucu, menyenangkan, terlalu banyak bertanya yang kadang membuatku kesal.

Dia berhasil mengubahku yang semula terlihat datar menjadi lebih banyak berekspresi. Entah aku harus bersyukur atau mengeluh. Bersyukur karena aku menjadi orang yang hangat. Mengeluh karena aku kehilangan diriku yang biasanya.

Namun, pada saat itu aku tidak memikirkannya. Aku hanya merasa bahagia. Bahagia itu datang bersama dia yang datang dalam kehidupanku.

Mulai hari itu aku merubah pandanganku terhadap orang baru, manusia asing yang akan memasuki dunia khayalku. Perlahan, aku menerima mereka dengan baik. Tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan aneh dan pemikiran negatif tentang mereka.

Ya, dia benar-benar berhasil menciptakan aku versi baru. Menciptakan diriku yang tadinya menutup diri menjadi sedikit lebih terbuka. Membuatku lebih banyak bercerita daripada menjadi pendengar. 

Berkali-kali aku bersyukur dipertemukan dengannya. Manusia yang tidak menuntut aku apapun. Manusia baik yang mengubah pola pikirku terhadap dunia luar. Membuatku kembali berpetualang, keluar dari alam anganku yang begitu luas.

“Jadi anak muda itu harus berani mengambil risiko, harus berani keluar dari zona nyaman.”

Kalimat itu yang membuatku menjadi berani. Berani melakukan hal-hal yang belum pernah aku coba sebelumnya. Hingga suatu saat aku menyetujui ucapannya, “Memang bukan kehidupan jika tidak diwarnai dengan berjuta risiko.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta milik Aruna

Gara-gara Hujan dan Dia