Gara-gara Hujan dan Dia

Tulisan singkat ini adalah hadiah. Ya, hadiah untuk kamu. Makhluk bumi terbaik yang dikirimkan untuk mendengarkanku bernapas, menangis, bahkan mengumpat meskipun sebenarnya itu jarang aku lakukan. 

***

Entah apa yang membuat seorang gadis dengan seragam SMA itu sangat kesal. Tapi yang dapat dilihat oleh orang-orang di sekelilingnya adalah seragam yang gadis itu pakai basah. Itu pasti ulah air hujan pagi ini.

“Huft. Mana nerawang lagi.” Gerutu gadis itu. Seragam hari Senin memang seragam mematikan jika terkena air. Sedikit atau banyak, pasti akan terlihat sampai dalam.

Gadis itu terus berjalan. Berusaha untuk tidak menghiraukan orang-orang yang ia lalui. Rasanya malu. Tapi, mau bagaimana lagi? Gadis itu hanya berharap agar dirinya cepat sampai di kelasnya.

Bola mata gadis itu berputar kesal mengingat pesan singkat dari seseorang pagi tadi, 

“Berangkat awal ya, nanti kita latian dulu,” kira-kira begitu isi pesannya.

Pesan menyebalkan itu membuat perempuan dengan julukan “si paling on time” itu bergegas berangkat.

Belum cukup dengan itu, karena si pengirim pesan kembali mengirimkan rentetan huruf-huruf yang sukses membuat gadis itu menjatuhkan rahangnya.

“Eh, nggak jadi. Hujan. Pasti upacaranya dibatalkan.”

Diam. Gadis itu hanya bisa diam sambil menahan emosinya. Terburu-buru, lupa membawa jas hujan, dan tidak memakai jaket. Sebuah kombinasi yang tepat. 

Ingin rasanya memukul orang itu. Sayangnya nyali gadis itu tidak sebesar jupiter yang menyandang gelar sebagai planet terbesar di tata surya.

“Coba aja tadi aku nggak gegabah. Mesti nggak kayak gini jadinya,” sekarang gadis itu hanya pasrah. Tidak tau lagi harus bagaimana.

Tidak lama setelah itu. Di ambang pintu kelas. Seorang laki-laki dengan tas hitam dan sepasang sepatu di tangan memasuki ruang kelas dengan santai. Oh tidak. Jangan lupakan gaya “cool”-nya itu. Hmm, aku yakin pasti banyak adik kelas yang meliriknya diam-diam. Atau malah terang-terangan? Huh, aku tidak peduli.

Dari kejauhan gadis itu menatap si laki-laki tersebut penuh harap. Hanya harapan. Entah akan jadi kenyataan atau tidak, itu urusan belakang.

“Bahkan dia nggak minta maaf ke aku?” batin gadis tersebut, ketika laki-laki itu hanya melewati dirinya dengan santai.

Jangankan minta maaf, meliriknya saja tidak. Gadis itu mendengus kesal.

Tidak. Talina tidak berniat menghampiri laki-laki tadi hanya untuk mendengarkan kata maaf dari mulutnya. Talina hanya diam. Terhanyut ke dalam pikirannya. Terhanyut bersama derasnya air hujan yang menghujam bumi pagi ini. 

Membiarkan dirinya hanyut ke dalam khayalan gilanya. Mebiarkan hawa dingin menusuk kasar kulit putihnya. Gadis itu terlihat berbeda. Tapi entah apa yang membuat gadis itu terlihat berbeda, apa dia tahu?

Lamunan Talina terhenti karena sebuah gangguan. Handphone-nya bergetar. Seseorang mengirim sebuah pesan singkat.

"Maaf, karena sudah membuatmu tersiram hujan di pagi buta."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

He Makes Me Brave

Cinta milik Aruna